4. Membeli kebahagiaan
Awal januari 2007




ilustrasi

Seorang teman menawarkan sebuah rukonya yang kosong di daerah cwasih. Ia ingin membantuku mewujudkan cita citaku untuk mempunyai sebuah tempat usaha. Dengan harapan usaha ini dapat berhasil dan memberikan kehidupan yang lebih baik lagi.Beberapa pertimbangan yang kuambil karena , kapan lagi ada tawaran seperti ini kalau tidak dicoba diambil, mana tau kesempatan itu ada lagi. Apalagi uang sewa yang ditawarkan hanya beberapa juta saja. Saya juga ingin keluar dari alauddin, aku ingin berubah dari tidak apa apa menjadi seseorang yang berhasil. Ingin sukses. Bukankah ana juga pengen rumah sendiri? Punya tempat usaha sendiri.Tidak nyampur dengan orang lain. Kami bebas. Kami pindah ke tempat baru, dan ayah bertekad untuk sukses dan tidak akan pernah kembali lagi ke rumah mertua!
Pertama tamanya memang sulit, kami sampai harus menjual beberapa aset keluarga untuk membeli beberapa barang dan modal usaha. Belum lagi mau bersihkan rumahnya, masalah meteran listrik , pam, tempat usaha dll.
Bulan bulan awal belum banyak transaksi terjadi. Pada saat yang sama kami juga berusaha mengatasi masalah masalah yang ada. Apalagi kami masih berdua. Setelah ada reni, sedikit banyaknya ada yang temani ana dirumah. Tiba tiba juga aku harus kehilangan motor yang selama ini aku pakai untuk kerja dan usaha. Untuk sementara aku limbung. Kemana mana harus naik angkot dan becak. Bahkan kalau dekat jalan kaki. Untuk pergi pulang ke kantor kadang numpang dengan teman kerja. Akhirnya aku memberanikan diri untuk mengambil kredit motor. Entah berapa lama aku hidup tanpa motor.


Hah ini dd nya jelek. nomor mati. begitu komentar ana ketika melihat plat motor baru kami. DD 4333 SL. 4+3+3+3=13. Nomor mati.

Selama setahun kami tinggal dirumah baru. Kami berusaha tetap mengatur dan membiayai kebutuhan orang tua ibu di alauddin. Kami tetap membayarkan tagihan dan kebutuhan hidup lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar